Pages

30 Juni 2009

About Love

Beberapa waktu belakangan ini, tema-tema seputar cinta, hati, menjaga hati, dan hal-hal semacam itu banyak terpapar pada saya. Paparan itu Diskusi panjang lebar, tukar pikiran, curhat-curhatan, bahkan sampai pembicaraan yang berujung buntu. Bosan sekali plus pusing sebenarnya. Bukan apa-apa, karena yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya. Pun, yang ditanya tidak lebih baik dari yang bertanya. Alhasil dengan segala ke-soktau-an dan ke-soktua-an, saya timpali diskusi itu seadanya. Setidaknya saya bisa menjadi teman berbagi kegalauan yang selama ini menggelayuti. Hal ini membuat semua makin rumit karena ada langkah yang saya pun ragu untuk melakukannya.. Hmm agak gak jelas ya arah tulisan ini.. Sebenarnya, bagaimana sih seharusnya? Mari simak apa kata Syekh Yusuf Qardhawi yang saya sadur dari kumpulan ceramah beliau. Pada awal ceramahnya, beliau menyentil para manusia yang dimabuk cinta manusia lainnya dengan mempertanyakan mengapa cinta begitu sempit dimaknai.. Mengapa kecintaan kepada Allah tidak menghiasi relung jiwa, pikiran, dan hati kita? Huhuhu.. sentilan yang amat mengena..
Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya tidaklah dapat kamu menghitungnya..* Dan nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?**
Mengapa manusia lupa untuk mencintai Allah? Rasa cinta orang yang beriman terhadap Allah sepenuh hati, terbawa hidup sampai mati. Merekalah yang disebut dalam firman-Nya
Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka-pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhaadap orang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan tidak takut pada celaan orang-orang yang suka mencela.***
Dalam ceramahnya yang dibukukan pustaka al kautsar, beliau mengingatkan bahwa mukmin sejati pasti disibukkan dengan kecintaan terhadap Allah, Rasul-Nya, dan surga. Ia senantiasa merindukan Allah azza wa jalla. Kecintaan terhadap akhirat yang tak kasat mata, tidak tertangkap pendengaran, dan tidak terbetik dalam hati, membuatnya lupa pada semua yang ada di dunia ini. Sebab, mukmin sejati hanya menghendaki kedudukan di sisi Allah.
Dijadikan indah (pandangan) manusia kecintaan apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). Katakanlah, inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari demikian itu? Untuk orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai) istri-istri yang disucikan serta keridhoan Allah; dan Allah maha melihat hamba-hamba-Nya.****
Lalu bagaimana dengan tanggapan syeikh Yusuf soal vmj yang sekarang sedang mewabah?

Silakan dicek di surah:

*Ibrahim:34
**Arrahman
***Al Maidah: 54
****Ali Imron 14-15

pattern


Ragam pattern indah tersebut dari sini. Rencananya pattern itu untuk background blog catatan-enny. Belajar naro background dari link ini juga link ini. Setelah ngutak atik kode html (mata berasa sepet), akhirnya pke background dari web lain. Soalnya kalo pke pattern di atas, kurang nyaman baca2 karena jadi rame. Akhirnya saya putuskan sementara pke gambar memo berwarna putih dengan paper clip aja. Nyambung sama judul blog: catatan-enny :). Mudah2n tetep nyaman dibaca. Mungkin nanti kalo sempet di rumah ngutak atik gambar pke photoshop, biar pke image sendiri.. Setidaknya saya puas karena bisa naro background di blog n ngubah blogumulus jadi transparan ^^. Maklum saja ya, orang baru.. 

25 Juni 2009

Teliti: itu perlu!

Tulisan lama yang tersimpan di blog friendster, sebelum akrab dengan blogspot :D (haha.. kemana aj bu??). Tertanggal 1 februari 2009. Tentang pengalaman baksos.
Sekitar 2 pekan yang lalu (11/01/09), Dewan Pimpinan Ranting sebuah partai dakwah mengadakan acara bakti sosial. Acara yang rutin diadakan ini berupa penjualan sembako bersubsidi, sosialisasi dan pendidikan politik, serta pelayanan kesehatan gratis. Seperti biasa, saya tak mau ketinggalan ikut acara ini. Dikarenakan farmasi sebagai background pendidikan formal, jadilah saya ditempatkan di bagian penerimaan dan pelayanan resep.

Setelah pembukaan acara, pembacaan tilawah, sambutan-sambutan tokoh masyarakat serta sosialisasi politik, kini saatnya dokter, tim pemeriksa kadar gula darah, apoteker, dan asisten apoteker beraksi. Keluhan pasien bermacam-macam. Mulai dari minta vitamin, pusing-pusing biasa, batuk pilek, asma, sampai yang diabetes dan hipertensi. Semua keluhan dilayani dengan ramah oleh dokter. Resep kemudian diberikan pada tim farmasi.
Berlembar-lembar resep dilayani. Berkantong-kantong obat diberikan kepada pasien yang membutuhkan. Setelah suasana mulai sepi, tiba-tiba, datang seorang ibu yang membawa sobekan kertas berisi tulisan dokter. Oh, rupanya masih ada pasien. Saya fikir pelayanan pasien sudah ditutup. Si ibu ini pasien terakhir, kehabisan kertas resep. Sambil melayani resep-resep yang tersisa, saya mengambil kertas tersebut dari ibu bertubuh ringkih itu. Melihat wajahnya, saya merasa… apa,ya.. iba, sayang, gak tega.. yah sejenis itu deh. Fokus kemudian beralih ke obat. Resep tidak dilayani seorang diri. Ada 2 orang termasuk saya. Resep si ibu tadi dilayani oleh rekan. Tak berapa lama, rekan menyerahkan kantong berisi obat. di situ tercantun nama. kemudian saya panggil nama yang tercantum di etiket.
“Ibu Fulanah”

Ibu yang ringkih tersebut mendekat.

“Ibu, ini obatnya, ya… (lupa apaan. kayaknya AINS, deh). Nanti diminum bla…bla..”

ibu itu mengangguk mengiyakan, tersenyum, kemudian pergi.

Tiba-tiba, rekanan farmasi di samping saya menyodorkan lagi kantong obat yang isinya anti diabetes atas nama Ibu Anu. Ketika disesuaikan dengan resep di sobekan kertas itu ternyata anti diabetes juga dengan nama Ibu Anu. Astaghfirullah!! Salah ngasi obat!! Rupanya obat yang tadi diberikan ke ibu tersebut adalah obat milik pasien lain (Ibu Fulanah) yang tidak berada di tempat. Jadi tidak mendengar ketika kami memanggilnya.

Panik menjalar tiba-tiba!

Lari!

Cari!

Temukan orangnya!

Gak ada!!

Sedikit mengatur emosi, kusapukan pandangan ke sekeliling.

Ketemu, ketemu!!! Itu ibunya!! Alhamdulillah!!!

“Ibu namanya Ibu Anu,ya?”

“Iya”

“Maaf ibu, tadi yang saya panggil Ibu Fulanah. Yang Ibu bawa itu obatnya Bu Fulanah. Ini obat Ibu..”, sambil menyerahkan obat yang seharusnya dan mengambil obat yang bukan seharusnya.

Tidak berapa lama, datanglah si Ibu Fulanah mengambil obatnya.

pfffuh, selesai masalah.

Lega, bahkan dokternya ikut lega. Bagaimana kalau si ibu tersebut sudah tidak di tempat? Bisa kejadian obat tidak rasional karena obat tidak tepat indikasi.

Apapun itu, setiap kejadian harus diambil hikmahnya. lain kali, kalo nyebutin nama, harus keras suaranya. Pastikan nama tersebut adalah orang yang dimaksud, kalau perlu, pastikan umur dan alamatnya. Selain itu, kalo ngasi obat, sambil cek di resepnya. Pastikan jumlah dan obat yang dimaksud sesuai dengan yang di resep. Jadi intinya: teliti!!

Moga kejadian tersebut gak terulang lagi…

24 Juni 2009

ah, tuliskan saja!

Ini saya ambil dari note di handphone. Ingat sekali, dulu menulisnya waktu di dalam angkot menuju jalan ke rumah. Malam, selewat maghrib. Angkot ini hanya mengangkut seorang penumpang.
Di note tersebut tertulis apa yang ada dalam hati saya. Beginilah ungkapan hati saya ke si abang angkot yang tak sempat saya sampaikan :P
duh, abang angkot..
musiknya kenceng banget siy..
saya tau saya numpang di angkot abang
tapi musiknya dipelanin, dunk
saya tau sekarang ini macet,
abang angkot butuh hiburan
tapi saya butuh istirahat
kepala saya pusing ngedengerin musik selera abang angkot..
:(
Hehehe.. Pas maghrib2 (lewat magrib, seh.. magrib di terminal dulu), macet2, sendirian, di pojokan, abangnya sesuka hati memaksimalkan volume speakernya.. mana musiknya ajib2 gitu.. huhu.. pusing banget kepala waktu itu..
ya, sudah tersampaikan apa yang mengganjal di hati saya. seperti judul yang saya beri untuk postingan ini. ah, tuliskan saja! entah abang angkot akan membacanya atau tidak. hehe.. sekian, terima kasih.

Tentang Bulan Rajab

Alhamdulillah. Hari ini, 24 Juni 2009 bertepatan dengan 1 rajab 1430 H. Allahumma bariklana fi rajaba wa sya'ban wa balighna ramadhan.. Amin..
Saya posting tulisan tentang pertanyaan yang banyak muncul mengenai bulan rajab yang murni copas dari link ini. Mudah-mudahan bermanfaat, terutama buat saya pribadi.

"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa."
(QS. Al-Taubah: 36)

Berikut adalah Tanya Jawab yang dikutip dari kitab “Fatawi al-Azhar Juz 9 hal 254 bab Syahr Rajab” (Fatwa Al-Azhar Tentang Bulan Rajab). Pertanyaan: Banyak orang yang menggunakan keutamaan bulan Rajab dengan melakukan puasa, sholat, dan zirah kubur. Dan mereka mengetangahkan hadits-hadits yang banyak. Bagaimana pendapat yang shahih tentang hal itu?

Jawaban: Al-Hafidz Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Hajar al-Asqalani menulis sebuah risalah dengan judul “Tabyin al-’Ajab bi maa
Warada fi fadhli Rajab” (Penjelasan suatu keanehan tentang hadits yang menerangkan keutamaan Rajab), beliau mengumpulkan dalam risalah tersebut semua hadist yang berkaitan dengan keutamaan bulan Rajab, puasanya serta sholatnya. Beliau mengklasifikasikannya kepada hadist dhoif (lemah) dan hadist maudhu’ (buatan). Beliau juga menyebut Rojab dengan 18 nama. Yang terkenal adalah “Al-Ashomm” (yang tuli), karena tidak terdengarnya gemercing pedang disebabkan karena Rajab itu termasuk bulan haram yang diharamkannya peperangan. Dan “Al-Ashobb” (limpahan), karena limpahan rahmat pada bulan itu. Dan ”Munashil al-Asinnah” (keluarnya gigi). Seperti disebutkan dalam hadits Bukhori dari Abu Roja al-Athoridi berkata: “Kami dahulu menyembah batu. Jika kami menemukan batu yang lebih baik, kami buang batu kami dan kami pakai yang lain. Jika kami tidak menemukan batu, kami kumpulkan beberapa tanah lalu kami datangi kambing dan memeras susunya, kemudian kami berthowaf dengannya. Jika masuk bulan Rajab, kami berkata “Munshil al-asinnah” tercopot gigi dan tidak kami tinggalkan panah besi, tidak kami biarkan anak panah besi kecuali kami copot. “

Keutamaan Rajab masuk dalam keumuman fadhilah bulan-bulan haram (al-asyhur al-hurum) yang difirmankan Allah SWT yang artinya: Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram[. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri[ kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Taubah: 36)

Dan ditegaskan oleh hadist Bukhori Muslim tentang haji wada bahwa tiga bulan (haram)tersebut berurutan yakni Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. Sedang satu bulannya terpisah yakni bulan Rajab yang terletak antara bulan Jumadilakhirah dan Sya’ban.
Dan di antara larangan berbuat kezaliman itu adalah melakukan peperangan. Hal itu untuk menjamin keamanan perjalanan bagi para penziarah Masjidil Haram. Sebagaimana ayat selanjutnya: “Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka” (At-Taubah; 5). Di antara larangan berbuat zalim juga adalah berbuat maksiat. Dan para ulama mengambil istinbath dari dalil itu, bahwa boleh melipatgandakan diat (hukuman denda) dengan tambahan sepertiga atas tindakan pembunuhan yang dilakukan di bulan-bulan haram.

Di antara syiar memuliakan bulan-bulan haram –termasuk Rajab– adalah disunnahkannya puasa. Seperti dalam hadist yang diriwayatkan Abu Daud, dari Mujibah al-Bahiliyah dari ayah atau pamannya berkata bahwa Nabi saw bersabda padanya setelah berbicara panjang: “Berpuasalah dari bulan haram dan tinggalkanlah” tiga kali, sambil memberiisyarat dengan tiga jarinya yang ditempelkannya dan direnggangkannya. Yang zhahir dari isyarat itu adalah untuk bilangan tiga kali bukan menunjukkan tiga hari.

Oleh karena itu amal sholeh (baik) yang dilakukan pada bulan Rajab memiliki pahala yang besar seperti pada bulan haram lainnya. Di antaranya puasa di hari pertama sama pahalanya puasa di hari terakhir. Ibnu Hajar berkata: “Sesungguhnya bulan Rajab tidak ada hadits khusus yang menerangkan tentang keutamaan puasa di dalamnya, baik hadist shohih maupun hadist hasan.”

Di antara hadits dhoif (lemah) tentang puasa Rajab adalah: “Sesungguhngnya di surga itu ada sungai yang disebut dengan Rajab. Airnya lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu. Barangsiapa berpuasa satu hari dari bulan Rajab, maka Allah akan memberi minum padanya”

Juga hadits: “Barangsiapa berpuasa satu hari di bulan Rajab maka seperti berpuasa sebulan. Barangsiapa berpuasa tujuh hari maka ditutup baginya tujuh pintu. Barangsiapa yang berpuasa delapan hari maka dibukakan baginya delapan pintu surga. Barangsiapa berpuasa sepuluh hari maka segala keburukannya diganti dengan kebaikan-kebaikan.”

Ada pula hadits panjang tentang keutamaan puasa di hari-hari Rajab. Di tengah hadits disebutkan “Rajab adalah bulan Allah, Sy’aban adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulan umatku”. Ada yang menyebutkan hadits ini adalah maudhu’ (palsu). Dalam kitab al-Jami’ al-Kabir karya Imam al-Suyuthi bahwa hadist itu riwayat abi al-Fath bin Abi al-Fawaris dalam ceritanya dari hasan; adalah hadist Mursal (tidak sampai pada Nabi)

Di antara hadits-hadit yang ghoiru maqbulah (tidak dapat diterima sebagai dalil) tentang keutamaan sholat khusus di bulan Rajab adalah: “Barangsiapa sholat maghrib di malam pertama dari bulan Rajab kemudian setelah itu sholat sebanyak dua puluh rakaat, dan dia membaca disetiap rakaatnya al-Fatihah dan Qul huwallahu ahad (al-ikhlas) dan sepuluh kali salam, maka Allah akan menjaga jiwa, keluarga, harta dan anaknya, dan diselamatkan dari siksa kubur, serta dapat melewati shirot seperti kilat dan hisab dan azab.” Hadits ini adalah hadits maudhu’ (palsu)

Ibnu Hajar dalam risalah ini juga menyebutkan suatu pasal yang mengutip hadits-hadits yang melarang berpuasa seluruh bulan Rajab, Lalu Ibnu hajar berkata: larangan ini ditujukan kepada orang yang berpuasa di bulan Rajab karena mengagungkan perkara Jahiliyah. Tapi jika ia berpuasa Rajab dengan tujuan puasa secara sembarang tanpa menjadikannya sebagai kewajiban, atau tanpa mengkhususkan hari-hari tertentu untuk melazimkan (muwazhobah) berpuasa, atau tanpa megkhususkan malam-malam tertentu untuk qiyamullail dengan meyangka bahwa itu sunnah, maka perbuatan itu adalah yang dikecualikan dan boleh dilakukan. Jika ia mengkhususkan hal itu atau menjadikannya suatu keharusan maka hal itu dilarang. Dan itu masuk dalam larangan hadist Nabi SAW: “Janganlah mengkhususkan hari Jum’at dengan berpuasa juga malamnya denga qiyam” (HR: Muslim). Dan jika ia meyakini bahwa puasa Rajab atau puasa dari Rajab itu adalah lebih utama (afdhol) dari puasa lainnya, maka hal ini perlu ditinjau kembali. Dan Ibnu Hajar lebih cenderung melarangnya.

Dan dinukil dari Abu Bakar al-Thorthusyi dalam kitab “Al-Bida’ wa al-Hawadits” bahwa puasa Rajab itu dimakruhkan berlandaskan tiga sisi. Salah satunya: jika kaum muslim mengkhususkan Rajab dengan berpuasa di setiap tahunnya-seperti yang diyakini orang awam– maka mestinya hukumnya wajib seperti bulan Ramadhan, atau sunnah seperti sunah lainnya, atau karena puasa di Rajab lebih dikhususkan dari bulan lainnya dalam hal pahala puasa. Jika demikian, maka mestinya Nabi saw telah menjelaskannya. Ibnu Duhaiyah berkata; Puasa adalah perbuatan baik, bukan karena keutamaan bulan Rajab karena Umar melarang hal itu. Selesai apa yang dinukil dari Ibnu Hajar.

Demikianlah, saat ini manusia terutama kaum wanita bersungguhn-sungguh berziarah kubur di jum’at pertama bulan Rajab yang tidak memiliki dasar apapun dari agama. Tidak ada pahala lebih besar dari puasa berziarah di hari-hari lain.

Yang terbaik di dalam bulan Rajab ini adalah agar kita mengingat akan peristiwa-peristiwa bersejarah yang terjadi di bulan Rajab, seperti peristiwa perang Tabuk agar kita dapat mengambil ibrah (pelajaran). Kita juga mengingat pembebasan al-Quds oleh Sholahuddin al-Ayyubi dari tangan kaum Salibis (terjadi pada Rajab 583 H/1187 M) agar kaum Muslimin dan bangsa Arab bersatu membersihkan Masjidil Aqsha dari tangan penjajah. Kita juga mengingat akan peristiwa Isra dan Mi’raj untuk mengambil faedah dari peristiwa itu. Atau mengingat peristiwa apapun yang terjadi di bulan Rajab yang sekiranya dapat bermanfaat untuk kaum muslimin.

Ditulis oleh H. Muhammad Jamhuri, Lc

23 Juni 2009

Keputusan bersama: terima atau tolak?

Sepeninggal Rasulullah, kamu muslimin terguncang dan kebingungan akan keberlangsungan Islam. Bahkan Umar bin Khotob maju ke depan sambil menghunuskan pedangnya seraya mengancam akan membunuh siapa saja yang mengatakan Rasulullah telah wafat. Umar histeris dan mengatakan bahwa beliau tidak meninggal, hanya pergi sebentar menemui Allah dan akan kembali kepada umatnya, seperti yang terjadi ketika Nabi Musa bin Imran yang pergi meninggalkan kaumnya dan kembali lagi setelah 40 hari.Melihat kondisi yang genting ini, Abu Bakar dengan lantang berkata
“Siapa saja yang menyembah Muhammad maka ketahuilah bahwa Muhammad telah tiada. Dan barangsiapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah itu hidup dan tidak akan pernah mati.”

Kemudian Abu Bakar membacakan Surat Ali ‘Imran ayat 144 yang artinya:

“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang Rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berpaling ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberikan balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”

Mendengar perkataan Abu Bakar, menangislah Umar dan kaum muslimin. Berkatalah Umar, "Ya Abu Bakar, aku hafal ayat tersebut." Kaum muslim menyadari bahwa Rasulullah telah tiada.
***
Kebanyakan manusia tidak sabar dan selalu ingin melihat hasil dengan cepat. Namun ketika hasil telah di depan mata, dengan mudahnya manusia mengkritisi, mengeluh, menyesalkan..
Ta'arif, takwin, tanfidz. Pengenalan, pembentukan, dan pelaksanaan. Tiga fase yang harus dilewati dalam dakwah. Di fase tanfidz-lah komitmen seseorang akan dibuktikan. Memang menerima sebuah keputusan bersama, apalagi yang tidak kita ketahui pertimbangan yang melatarbelakangi keputusan tersebut tidak kita ketahui, memang sangat berat. Namun, tidak semua pertimbangan yang menjadikan keputusan harus diketahui seluruh pihak. Contohlah sahabat sepeninggal Rasulullah. Ketika kekhalifahan Abu Bakar ra. Umar bin Khatab mengusulkan pada Abu Bakar untuk membukukan Alquran. Sebuah keputusan yang sangat sulit karena selama Rasulullah masih ada, tidak pernah disebutkan mengenai pembukuan Al quran. Sebuah pilihan yang amat sulit diterima bagi Abu Bakar.
***
Mengelola Ketidaksetujuan Terhadap Hasil Syuro (M. Anis Matta dalam Menikmati Demokrasi)

"Perbedaan adalah sumber kekayaan dalam kehidupan berjamaah. Mereka yang tidak bisa menikmati perbedaan itu dengan cara yang benar akan kehilangan banyak sumber kekayaan. Dalam ketidaksetujuan itu sebuah rahasia kepribadian akan tampak ke permukaan: apakah kita matang secara tarbawi atau tidak?"

Rasanya perbincangan kita tentang syuro tidak akan lengkap tanpa membahas masalah yang satu ini. Apa yang harus kita lakukan seandainya tidak menyetujui hasil syuro? Bagaimana "mengelola" ketidaksetujuan itu?
Kenyataan seperti ini akan kita temukan dalam perjalanan dakwah dan pergerakan kita. Dan itu lumrah saja. Karena, merupakan implikasi dari fakta yang lebih besar, yaitu adanya perbedaan pendapat yang menjadi ciri kehidupan majemuk.
Kita semua hadir dan berpartisipasi dalam dakwah ini dengan latar belakang sosial dan keluarga yang berbeda, tingkat pengetahuan yang berbeda, tingkat kematangan tarbawi yang berbeda. Walaupun proses tarbawi berusaha menyamakan cara berpikir kita sebagai dai dengan meletakkan manhaj dakwah yang jelas, namun dinamika personal, organisasi, dan lingkungan strategis dakwah tetap saja akan menyisakan celah bagi semua kemungkinan perbedaan.
Di sinilah kita memperoleh "pengalaman keikhlasan" yang baru. Tunduk dan patuh pada sesuatu yang tidak kita setujui. Dan, taat dalam keadaan terpaksa bukanlah pekerjaan mudah. Itulah cobaan keikhlasan yang paling berat di sepanjang jalan dakwah dan dalam keseluruhan pengalaman spiritual kita sebagai dai. Banyak yang berguguran dari jalan dakwah, salah satunya karena mereka gagal mengelola ketidaksetujuannya terhadap hasil syuro.
Jadi, apa yang harus kita lakukan seandainya suatu saat kita menjalani "pengalaman keikhlasan" seperti itu?

Pertama, marilah kita bertanya kembali kepada diri kita, apakah pendapat kita telah terbentuk melalui suatu "upaya ilmiah" seperti kajian perenungan, pengalaman lapangan yang mendalam sehingga kita punya landasan yang kuat untuk mempertahankannya? Kita harus membedakan secara ketat antara pendapat yang lahir dari proses ilmiah yang sistematis dengan pendapat yang
sebenarnya merupakan sekedar "lintasan pikiran" yang muncul dalam benak kita selama rapat berlangsung. Seandainya pendapat kita hanya sekedar lintasan pikiran, sebaiknya hindari untuk berpendapat atau hanya untuk sekedar berbicara dalam syuro. Itu kebiasaan yang buruk dalam syuro. Namun, ngotot atas dasar lintasan pikiran adalah kebiasaan yang jauh lebih buruk. Alangkah menyedihkannya menyaksikan para duat yang ngotot mempertahankan pendapatnya tanpa landasan ilmiah yang kokoh.
Tapi, seandainya pendapat kita terbangun melalui proses ilmiah yang intens dan sistematis, mari kita belajar tawadhu. Karena, kaidah yang diwariskan para ulama kepada kita mengatakan, "Pendapat kita memang benar, tapi mungkin salah. Dan pendapat mereka memang salah, tapi mungkin benar."

Kedua, marilah kita bertanya secara jujur kepada diri kita sendiri, apakah pendapat yang kita bela itu merupakan "kebenaran objektif" atau sebenarnya ada "obsesi jiwa" tertentu di dalam diri kita, yang kita sadari atau tidak kita sadari, mendorong kita untuk "ngotot"? Misalnya, ketika kita merasakan perbedaan pendapat sebagai suatu persaingan. Sehingga, ketika pendapat kita ditolak, kita merasakannya sebagai kekalahan. Jadi, yang kita bela adalah "obsesi jiwa" kita. Bukan kebenaran objektif, walaupun "karena faktor setan" kita mengatakannya demikian.
Bila yang kita bela memang obsesi jiwa, kita harus segera berhenti memenangkan gengsi dan hawa nafsu. Segera bertaubat kepada Allah swt. Sebab, itu adalah jebakan setan yang boleh jadi akan mengantar kita kepada pembangkangan dan kemaksiatan. Tapi, seandainya yang kita bela
adalah kebenaran objektif dan yakin bahwa kita terbebas dari segala bentuk obsesi jiwa semacam itu, kita harus yakin, syuro pun membela hal yang sama. Sebab, berlaku sabda Rasulullah saw., "Umatku tidak akan pernah bersepakat atas suatu kesesatan." Dengan begitu kita
menjadi lega dan tidak perlu ngotot mempertahankan pendapat pribadi kita.

Ketiga, seandainya kita tetap percaya bahwa pendapat kita lebih benar dan pendapat umum yang kemudian menjadi keputusan syuro lebih lemah atau bahkan pilihan yang salah, hendaklah kita percaya mempertahankan kesatuan dan keutuhan shaff jamaah dakwah jauh lebih utama dan lebih
penting dari pada sekadar memenangkan sebuah pendapat yang boleh jadi memang lebih benar. Karena, berkah dan pertolongan hanya turun kepada jamaah yang bersatu padu dan utuh. Kesatuan dan keutuhan shaff jamaah bahkan jauh lebih penting dari kemenangan yang kita raih dalam peperangan. Jadi, seandainya kita kalah perang tapi tetap bersatu, itu jauh lebih baik daripada kita menang tapi kemudian bercerai berai. Persaudaraan adalah karunia Allah yang tidak tertandingi setelah iman kepada-Nya.
Seandainya kemudian pilihan syuro itu memang terbukti salah, dengan kesatuan dan keutuhan shaff dakwah, Allah swt. dengan mudah akan mengurangi dampak negatif dari kesalahan itu. Baik dengan mengurangi tingkat resikonya atau menciptakan kesadaran kolektif yang baru yang mungkin tidak akan pernah tercapai tanpa pengalaman salah seperti itu. Bisa juga berupa mengubah jalan peristiwa kehidupan sehingga muncul situasi baru yang memungkinkan pilihan syuro itu ditinggalkan dengan cara yang logis, tepat waktu, dan tanpa resiko. Itulah hikmah Allah swt. sekaligus merupakan satu dari sekian banyak rahasia ilmu-Nya.
Dengan begitu, hati kita menjadi lapang menerima pilihan syuro karena hikmah tertentu yang mungkin hanya akan muncul setelah berlalunya waktu. Dan, alangkah tepatnya sang waktu mengajarkan kita panorama hikmah Ilahi di sepanjang pengalaman dakwah kita.

Keempat, sesungguhnya dalam ketidaksetujuan itu kita belajar tentang begitu banyak makna imaniyah: tentang makna keikhlasan yang tidak terbatas, tentang makna tajarrud dari semua hawa nafsu, tentang makna ukhuwwah dan persatuan, tentang makna tawadhu dan kerendahan hati, tentang cara menempatkan diri yang tepat dalam kehidupan berjamaah, tentang cara kita memandang diri kita dan orang lain secara tepat, tentang makna tradisi ilmiah yang kokoh dan kelapangan dada yang tidak terbatas, tentang makna keterbatasan ilmu kita di hadapan ilmu Allah
swt yang tidak terbatas, tentang makna tsiqoh (kepercayaan) kepada jamaah.
Jangan pernah merasa lebih besar dari jamaah atau merasa lebih cerdas dari kebanyakan orang. Tapi, kita harus memperkokoh tradisi ilmiah kita. Memperkokoh tradisi pemikiran dan perenungan yang mendalam. Dan pada waktu yang sama, memperkuat daya tampung hati kita terhadap beban
perbedaan, memperkokoh kelapangan dada kita, dan kerendahan hati terhadap begitu banyak ilmu dan rahasia serta hikmah Allah swt. yang mungkin belum tampak di depan kita atau tersembunyi di hari-hari yang akan datang.

Perbedaan adalah sumber kekayaan dalam kehidupan berjamaah. Mereka yang tidak bisa menikmati perbedaan itu dengan cara yang benar akan kehilangan banyak sumber kekayaan. Dalam ketidaksetujuan itu sebuah rahasia kepribadian akan tampak ke permukaan: apakah kita matang secara tarbawi atau tidak?

21 Juni 2009

menguntai kata

menguntai kata. saat ini, itulah yang kulakukan. menguntai kata bisa membuatku berfikir, merasa, mengingat.. saat ini yang ingin kulakukan dengan untaian kataku adalah menajamkan kepekaan perasaan, gundah gulana, dan sebuah senyuman.

matahari tenggelam bergantikan bulan. siang yang cerah berganti malam yang temaram. di sini aku menggerakkan tangan. menorehkan tinta di selembar kertas. mencurahkan rasa yang ada di pikiran.

duhai Tuhanku, aku tahu janji-Mu pasti, meski masih berselaput misteri. aku tahu hamba-hambamu yang baik akan mendapatkan pula yang baik. sekarang aku sedang mempersiapkan diri duhai Tuhan. sampai saat itu tiba aku akan terus memperbaiki diri. biarkanlah imamku datang membawa komitmen. sebuah perahu yang ia persiapkan untuk menjalani perjalanan panjang menuju tujuan akhir. kami berdua sedang mempersiapkannya ya Allah. dan jika kami siap, aku yakin akan segera Kau pertemukan.

duhai nahkodaku, siapkanlah dirimu. di sinipun aku sedang mempersiapkan diri. supaya perahu kita tidak terbalik terhempas ombak. agar layar kita tidak robek terhembus angin. supaya perahu kita bisa menampung banyak penumpang lain menuju tujuan akhir yang baik.

duhai hatiku, sesungguhnya janji Allah itu pasti. tetaplah persiapkan diri agar yang datang kepadamu adalah nahkoda yang baik, memiliki bekal yang cukup dan langkah yang efektif untuk mencapai tujuan.

di sini aku menguntai kata, mempersiapkan diri, dan mendapatkan senyuman.

19 Juni 2009

betawi-nese, apa kabarmu?

Anak betawi, ketinggalan jaman (katenye)
Anak betawi, gak berbudaye (katenye)

Ingat penggalan lirik di atas?
Ya benar. Soundtract sebuah sinetron komedi di era 90-an yang mengisahkan Si Doel, anak betawi yang babehnya peduli terhadap pendidikan anaknya. Saya jadi teringat dengan babeh saya. Sang babeh, ummh.. Babeh, ayah atau papa ya nyebutnya. Ayah saja, ya.. lebih berwibawa di telinga :D. Sebenarnya, adik-adik saya yang memanggil “ayah” pada papa. Sedangkan saya beserta kakak-kakak memanggilnya dengan sebutan “papa”. Kenapa? Karena sewaktu adik-adik saya lahir, papa udah berumur, jadi gak cocok dipanggil papa (huehue.. :P). Tapi kalo ibu, kami kompak memanggil “mama”. Begitulah. Back to topic. Saya jadi teringat dengan ayah. Beliau merupakan anak betawi tulen yang lahir dan sampai sekarang masih tinggal di tempat kelahirannya. Anak betawi, bisa dibilang seperti itu. Anak mungkin kurang tepat, karena sudah bukan anak-anak lagi. Hihihi.. Orang betawi.

Apa yang pertama kali terbersit ketika kata “betawi” muncul? Mungkinkah jadi teringat dengan komunitas yang meng-klaim dirinya betawi, sang pemilik Jakarta, yang sering berbuat onar? Mungkinkah terbersit dengan masyarakat yang terbelakang? Tidak berbudaya? Tidak berpendidikan? Ketinggalan jaman? Seperti penggalan lagu si Doel? Atau bahkan ada kah yang langsung mengatakan, "Hah? Orang betawi?? Emang masih ada?!"
Ck..ck.. Oo.. Sedih sekali hati ini jika memang demikian.

Populasi masyarakat betawi di Jakarta semakin lama semakin sedikit. Lahan-lahan tengah kota dimanfaatkan untuk pembangunan ibu kota. Pinggiran kota digempur dengan banyaknya pembangunan mall secara besar-besaran. Jadilah kaum asli Jakarta ini terpinggirkan (lokasinya). Dengan mudahnya lahan dijual, dengan pengelolaan keuangan kurang baik, hasil jual tanah raib seketika. Bahkan ada yang mengatakan bahwa orang betawi terkadang berpikiran pendek (jangan digeneralisir ya..). Ia mengatakan ini karena melihat fakta di lapangan: rumah beserta tanah yang besar sedikit demi sedikit habis karena berpindah hak milik agar barang-barang seperti motor, televisi bisa dimiliki. Ironisnya, kemudian mereka mengontrak rumah yang dahulu dimilikinya lantaran tidak adanya lagi yang bisa dijual. Prihatin.. Hei.. hei.. ini bukan melulu soal harta, namun ini masalah harga diri kesukuan (halah!).
Meskipun saya ini gak betawi-betawi amat, saya bangga dengan image positif masyarakat betawi: senang mengaji, agamis, baju wanitanya pun baju kurung plus kerudung di kepala, amat terbuka dengan perubahan yang ada, senang hati menerima pendatang. Budaya betawi juga (katanya) merupakan perpaduan dari berbagai budaya. Bisa dilihat dari pakaian maupun bahasa (misalnya baju pengantin yang ada pengaruh arab, panggilan ncang ncing pengaruh kebudayaan cina), dan lain-lain. Selain itu, orang betawi akrab satu sama lain. Saking akrabnya, setiap ada orang yang lewat depan rumah selalu diteriakin sama si empunya rumah, "Wooii.. mampiiir."
Senang melihat keluarga kalau lagi pada kumpul (keluarga yang udah bapak-bapak ibu-ibu maksudnya), misalnya waktu lebaran. Ada aja istilah-istilah betawi yang belum pernah didenger. Sayang sekali kalau kebudayaan betawi lama-lama tergusur (Nama, dialek, pengetahuan kebudayaan, dll). Bahkan, bagi saya yang gak betawi-betawi amat (sebelah budik, kidul aja aye ampe sekarang kagak ngarti!) merasa sayang bila kebudayaan betawi terpinggirkan. Sayang sekali kalau budaya ini tidak dilestarikan. Apalagi jika lahan di tanah jayakarta ini ditinggalkan.
Belajar dari Si Doel, ah tokoh yang nyata sajalah, Ayah saya, para betawi-nese (hehe..) harus memiliki tujuan jangka panjang. Misalnya, terbuka dengan pendidikan. Meskipun harus berhutang sana-sini, bahkan jika terpaksa menjual tanah :D pendidikan harus nomer satu. Pendidikan agama maupun pendidikan duniawi (apalah istilahnya) untuk menjalankan hidup. Selain itu, setiap akan bertindak jangan lupa pikirkan masa depan. Tidak ada salahnya berencana, meskipun hasil akhir tetap hak Allah. Berusaha dan mau besusah-susah. Ya betawi-nese, mari berjuang dan berusaha sama-sama. There is a will, there is a way.
So, Betawi-nese, apa kabarmu?
Alhamdulillah, Luar Biasa, Allahu Akbar!!
Dutsur Ilahi:
“Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” At-Taubah (9): 105

Bersungguh-sungguh berusaha:
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” Ar-Ra’d (13): 11

*Tidak bermaksud sara maupun mengeyampingkan ukhuwah islamiyah
*Tulisan tidak seberapa dari seorang manusia biasa ^^

17 Juni 2009

Tanggapan atas Dian Atika's Corner: Ngekos Bareng Enny Sophia

Bacalah postingan Dian yang berjudul Dian Atika's Corner: Ngekos Bareng Enny Sophia ini.
Postingan tersebut merupakan salah satu postingan yang menurut saya lucu dan keren. Mengingatkan masa-masa kuliah yang ternyata asyik untuk dikenang.
Memang nge-kost di Pondok Putri, milik Abi dan Umi termasuk murah dan lingkungannya sangat kondusif. Si Umipun termasuk picky dalam meng-approve seseorang untuk menyewa kamar kost-nya. Hal ini demi perkembangan anak-anaknya. Okelah, mi! :)
Ya.. ya.. saya memang cenderung santai, dan dian itu memang terlalu banyak aturan. Jadi wajar saja bila saya mengatakan dian itu cerewet. Saya gak nyangka ternyata Dian juga nge-post juga kebiasaan saya yang mudah pulas. Apalagi kalo sudah bersentuhan dengan tempat tidur dan bantal. Pernah di kamar kost putri, pas main waktu siang. Saya gak sengaja ketiduran di tempat tidurnya, padahal yang lain lagi pada asyik diskusi formulasi tablet. Whueeehe.. Meskipun pelor, istilah Dian, kadang saya suka kebangun waktu malam. Saya suka ngeri sama teman sekamar saya ini karena ia acapkali mengigau dalam tidurnya. Coba bagaimana rasanya melihat orang yang sedang tidur pulas bicara? Ngeri kan?
Oh iya, Dian inget aja sama tetangga sebelah yang sangat istimewa: Yuni dan Rina. Kami memang punya aktivitas yang hampir sama. Namun, manajemen kamar yang berbeda. Maklum saja, ada manager kamar saya sangat bawel :P. Ya, memang tidak perlu password dan user id untuk mengakses kamar tetangga kami. Namun tetap kok ada adab tok ketok pintu untuk mengakses kamar satu dan lainnya.
Hihihi.. yang paling lucu cerita Dian mengenai Penghuni Gelap Tetap. Lebaaayyy pisan.. Hmm.. jadi kangen masa-masa itu.. Ya.. ya.. memang belajar sampe lewat tengah malam sambil terus berisik.
"Saking ribut-ributnya kita, si umi dan abi pemilik kosan merasa terganggu, pintu kami pun diketuk. Wah, ga peka amat ya kita waktu itu padahal kan si Umi baru punya baby."
Huahahaha.. Rupanya Dian gak tahu siapa dalang di balik peristiwa pengetukan pintu ini. Tenang saudari Dian! Bukan umi atau abi yang ngetuk pintu kost kita, melainkan tetangga kita yg istimewa:
R I N A ! !
Rina di balik pintu tertawa puas sewaktu kita semua pada diam dan kamar menjadi hening sesaat setelah dia mengetuk-ngetuk pintu. Selanjutnya, berdasarkan pengakuan saudari Rina, di berjingkat-jingkat masuk ke kamarnya lagi supaya tidak ketahuan para pembuat gaduh. Huahaha.. padahal kita semua yang ada di dalam kamar sudah merasa bersalah dan gak enak. Akhirnya dari pada ribut, kita pada langsung tidur (lho.. ato saya aja ya yg tidur?:D).
Dian.. Dian.. sampe2 yg masalah kerokan itu di-posting juga lagi! Ck..ck... ingatanmu memang sungguh kuat (terutama untuk hal yang gak penting, Dian pernah bilang sendiri kan??).
"Berakhirlah rumah tangga saya dan enny."
Hmm.. hm.. No comment :P
Demikian tanggapan saya atas postingan yang dilakukan saudari Dian. Hmmpphh.. Kangen sama kalian
semua..

16 Juni 2009

di Farmasi ada Dian


Wew.. Gak salah judul, tu??
Terkadang saya memang cukup kesulitan untuk menentukan judul apa yang bagus (atau paling tidak sesuai) dalam sebuah tulisan. Ada penulis yang ngasi judul tulisan sebelum tulisannya selesai, ada pula yang baru memberi judul tulisan ketika tulisan tersebut sudah selesai dibuat. Judul di atas saya buat sebelum menuliskan postingan kali ini.
Kenapa saya memilih judul di atas? Karena banyak cerita tentang farmasi yang menarik untuk ditulis. Salah satu yang menarik adalah seseorang yang bernama Dian. Sesuai namanya yang berarti pelita atau cahaya (oleh-oleh dari meng-googling), dia ini punya semangat yang tak kunjung padam. Semoga sampai sekarang semangat berbuat baiknya tidak redup dan kehadirannya memang membawa cahaya kebaikan dan manfaat bagi orang di sekelilingnya.
***
Mengingat pertemuan pertama dengan dian, saya perlu mengambil kembali memori 6 tahun yang lalu. Saat ketika para mahasiswa baru sedang ber-euforia merayakan kelulusan spmb-nya. Para maba dengan senang dan tulus hati rela berpanas-panas di lapangan bundar (rotunda) untuk upacara 17 Agustus. Di lapangan berumput depan rektorat universitas kamilah saya bertemu Dian. Di lapangan luas tersebut, maba-maba dari seluruh fakultas berkumpul dan mengatur barisan. Beberapa maba berinisiatif mengatur dirinya sendiri supaya bisa baris tepat di bawah pohon, di barisan belakang agar silau dan panasnya matahari tidak begitu menyengat kulit. Di barisan inilah saya betemu dengan gadis berjilbab rapi yang bernama dian. Yang saya ingat, di awal pertemuan kami ia sempat melontarkan pertanyaan dengan wajah seriusnya (alis berkerut-kerut.. entahlah, mungkin kepanasan??)
"Rohis sekolahmu bagus gak?"
O o.. saya berhadapan sama akhwat tetua rohis di sekolahnya.
***
Proses pengenalan kampus kepada mahasiswa baru berlanjut. Berhubung saya dan Dian satu jurusan, dalam setiap prosesnya sengaja maupun tidak, kami selalu bertemu. Orientasi maba terkadang memakan sampai waktu sore. Maghrib bahkan. Pada suatu ketika, masih dalam suasana maba2an, orientasi fakultas baru selesai ketika sudah masuk waktu maghrib. Berhubung musholla fakultas kurang cukup besar menampung seluruh mahasiswanya dalam waktu bersamaan (ngantri panjang, baik wudhu maupun sholat) saya, dian dan 1 teman lagi: farid memutuskan untuk sholat di mesjid universitas. Mesjid Ukhuwah Islamiyah namanya. Mesjid universitas kami bisa ditempuh dengan berjalan kaki melewati jalan yang cukup remang, danau dan pepohonan besar.
Sampai di mesjid yang suasananya sangat teduh dan nyaman itu, kami menunaikan kewajiban sekaligus mengistirahatkan tubuh dan fikiran dengan sholat. Setelah menyelesaikan urusan di mesjid, kami berjalan pulang melewati rangkaian pohon di sekeliling kampus. Malam beranjak naik. Malam itu angin berhembus cukup kencang. Tidak banyak mobil maupun motor yang lalu lalang.
Gelap, sepi dan dingin. Sebagai anak baru, jelas saya belum terbiasa dengan kondisi kampus di malam hari. Sebelum resmi menjadi mahasiswa, saya pernah mendengar cerita-cerita penampakan makhluk gaib di sekitar kampus. Brr.. Sambil mengobrol dengan Dian dan Farid ke jalan pulang, saya yang cemas dan dipenuhi kekhawatiran berusaha untuk tampak sewajarnya.
Tiba-tiba.
"Waaaarrrggghhh...!!!"
Deg. Saya bergidik.
Suara apa itu??!!
Ada yang teriak sambil lari!!
Otomatis, saya yang sudah dag dig dug ketar-ketir, lari kencang tungang langgang.
"Aihihihihi!!!!"
Duh suara apaan lagi tuh..? Huhu...
Beberapa detik kemudian,
"Ahahaha..haha.."
Hi..hh.. Ada yang tertawa di saat-saat seperti ini. Masya Allah.. Puas sekali rupanya sang penertawa sementara orang yang ditertawakan masih mengatur detak jantung dan mengembalikan wajah piasnya. O, ternyata si akhwat tetua rohis itu usil sekali..-_-
***
Waktu terus berjalan. Tidak terasa sudah satu semester dilalui. Mengingat semester berikut akan butuh banyak waktu di kampus, baik keperluan belajar maupun aktivitas lain, saya memutuskan untuk ngekos.
***
Dian. Ini nama teman sekamar saya. Setelah ngubek-ngubek daerah terdekat kampus kami: daerah kukusan, akhirnya didapatlah tempat kos yang cocok. Hmm.. cocok(?)
Dian. Di kosan saya mulai beradaptasi dan mengenalnya lebih jauh. Teman sekamar saya ini unik. Kadang saya berasa jadi anaknya karena dia ini agak mengekang kebebasan seseorang. Entah itu harus mandi jam sekian, belajar, ini, itu, pfhhhh. Cerewet. Ibu saya tidak pernah cerewet seperti Dian. Hehe..
Dian juga berperan jadi fasilitator belajar kami. Master. Suhu. Atau apalah sebutannya karena ia senang melafalkan kembali apa yang sudah dibacanya. Biasanya sebelum ujian, teman2 farmasi suka ngungsi ke kosan kami dan belajar bersama. Dian dengan gaya bossy-nya (duduk di tempat tidur sementara teman-teman yang lain duduk di lantei) memberikan kuliah umum pada kami secara cuma-cuma. Tapi belajarnya lompat-lompatan. Dari tema ini, eh lompat ke tema lain. Namun kami tetap senang hati mendengarkan. Kami belajar hingga larut malam, bahkan sampai masuk ke alam tidur (beuh, mantap!). Pernah suatu malam, ketika Dian telah tertidur, saya beserta sohib farmasi lain (a.l farid, inggit, rina, yuni) sedang mendiskusikan sebuah contoh soal. Eh, tiba-tiba dalam tidurnya si Master Dian mengoceh dan menjawab soal tersebut. Masih dengan mata terpejam dan tampak pulas! Kami terkagum-kagum dengannya karena jawabannya tepat! Hahaha.. Setelah itu, dia membalikkan tubuhnya mencari posisi tidur yang lebih nyaman. Ck.. ck.. manusia yang unik.
***
Di tengah sikapnya yang tegar, pantang menyerah dan terkesan kuat, rupanya sang pelafal istilah-istilah rumit gaya mahasiswa ini menyimpan hati yang sangat sensitif. Saya hampir tidak pernah melihatnya menangis selama 4 tahun mengenalnya. Dia bukan tipe wanita cengeng. Namun saya terkejut ketika melihatnya menangis karena 'kata-kata yang dianggapnya seperti silet' dari seorang saudari. Tahun terakhir di program sarjana. Antara ingin ketawa dan turut bersimpati melihatnya menangis. Apa sebabnya ia menangis? Karena ia sedih karena kata-kata salah seorang saudari kami yang menganggapnya telah membuat kesal saya, menindas saya.. yah intinya membuat saya teraniaya. Hahahaha..... Ya Allah.. Dian.. dian..
***
Ya Rabb, biarkanlah ukhuwah ini terus berlanjut..
kekalkanlah ikatannya, tunjukilah jalan-jalannya
terangilah dengan cahya-Mu yang tiada pernah padam
Jangan kau biarkan virus-virus ukhuwah menggerogoti jalinan ini
Bimbinglah kami..
For my lovely sisters: SA Farmasi 03

05 Juni 2009

welcome to the world, baby boys

Syukur alhamdulillah, telah lahir ke dunia dengan sehat walafiat 2 keponakan baru saya. Keduanya laki-laki. Hm.. Kira-kira satu setengah tahun lagi akan ada yang manggil saya ncing lagi, nih. Ncing itu panggilan orang Jakarte, betawi nih, untuk tante. Ada juga yang manggil ncek. Mungkin pengaruh kebudayaan Cina juga kali, ya.. Para bayi ini lahir dengan jarak waktu sekitar 4 hari.
Kembarkah para bayi ini? Tidak-tidak.. Di keluarga saya belum ada riwayat kembar, jadi peluang memperoleh kembar sangat kecil.
Jadi, 2 keponakan baru saya itu lahir dari ayah-ibu yang berbeda. Yang satu dari umi-abi, satu lagi anaknya ayah-bunda. Hehehe..
Yang satu normal, yang satunya lagi melalui operasi. Bayi yang satu sesuai tanggal prediksi, bayi satunya pingin cepat-cepat melihat dunia.
Subhanallah.. iihh..lucu deh ngeliat bayi-bayi itu.. Mukanya bersih-bersih, imut, hm.. Cucu-cucu si nenek dan kakek jadi pas, deh. 4 laki-laki dan 4 perempuan. Semoga semua menjadi anak-anak yg soleh, solehah, pinter, nurut sama mama-papa, ayah-bunda, umi-abi (nanti anak saya manggil saya apa, ya? :P), dan jadi penolong agama Allah. Amin.
Go, generasi harapan!
"halo om tante, namaku fairuz.. aku lahir kecepetan n di luar prediksi.. Waktu ummi-ku lagi nginep di rumah kakek nenek. Beratku 2,9 kg. Kecil, ya.. hehe aku kan masih bayi. Alhamdulillah kelahiranku berjalan lancar :)"


"Kalo aku Zaky. Anaknya bunda. Dua minggu sebelum aku lahir, masih dalam perut bunda, beratku cuma 2,3 kg. Kata dokter, beratku minimal harus 2,5 kg supaya aku tidak lahir dg kondisi BBLR (berat bayi lahir rendah). Ternyata, alhamdulillah pas aku lahir beratku malah 3 kg. Lebih besar dari Fairus, hehe.."