Whuaaaa... cerita2 dikit ah..
Jadi sekitar hampir 2 bulan terakhir ini, saya 'mencicipi' pengalaman baru. Tidak lagi kerja di balik meja dan ikut2 media edukasi di hotel-hotel berbintang, melainkan stand by hampir lebih dari 12 jam sehari di sebuah sarana kesehatan yang khusus menangani diabetes. Maklum saja, semua masih merintis dari nol dengan jumlah tenaga yang terbatas. Bahkan, apotik pun belum ada. Ya sudah, alhasil semua dikerjakan. Bag big bug! Dhuaar!! Mulai dari ngisi web ini, memesan kebutuhan perawatan kaki diabetes, inventaris barang-barang, memberi harga, jadi kasir, juga resepsionis. Ho ho ho.. Belajar dulu, baru nanti buka usaha sendiri.
Diabetisi yang datang kebanyakan diabetisi tipe dua yang tidak lagi muda. Perlu diketahui, diabetes itu terbagi menjadi beberapa tipe. Ada yang tipe 1 (diabetes yang tergantung insulin, umumnya disandang ketika seseorang masih muda, bahkan anak-anak), diabetes tipe 2 (diabetes yang tidak tergantung insulin, biasanya mendera orang yang tidak lagi muda yang pola hidupnya kurang sehat dan suka bersenang-senang.. hehe), diabetes tipe 3 (diabetes yang dikarenakan penyakit lain, maupun obat-obatan), dan diabetes tipe 4 (diabetes gestasional, wanita hamil yang ketika hamil kadar glukosa darahnya tinggi yang normal kembali ketika ia sudah melahirkan).
Nah, yang sering saya temui kebanyakan adalah diabetisi tipe 2. Diabetisi itu adalah orang yang menyandang diabetes. Ada oma, opa, om, tante, bapak-bapak berdasi, bapak berkaus oblong. Dari yang 'redup' sampai yang 'nge-blink'. Dari pulau Sumatra, Jawa, Bali sampai pulau Kalimantan. Bertemu dengan banyak orang, banyak yang bisa diamati dan diambil baik-baiknya dan dilupakan buruk-buruknya. Oouuww.. Saya harap bisa melupakan yang buruk-buruk itu! :D
Di tengah kehidupan yang keras ini (batu??), sungguh sangat mengharukan jika melihat seorang anak yang usianya baru belasan tahun dengan sabarnya menuntun orang tuanya yang usianya terpaut amat sangat jauh dengan sang anak. Wajar saja, karena menikah di usia yang tidak lagi muda dan ada lag time untuk mendapatkan momongan sehingga usia terpaut jauh dengan generasi selanjutnya. Jauh datang dari pulau seberang untuk mengantarkan orang tua mendapatkan pengobatan terbaik, mengantarkan saya bertemu dengannya.
Awalnya, saya fikir ia cucunya, ternyata saya salah. Ia anaknya.
Sang bapak bercerita pada saya, "ini anak saya, umur enam belas, adiknya umur empat belas."
"wah, anak bapak masih pada muda, ya," dengan sksd saya menimpali.
"saya kawin telat. empat puluh. lama punya anak."
"oohh.. tapi anak bapak sabar, ya.. Beruntung punya anak kayak gini," sembari tersenyum pada sang anak.
Hayaahh... saya nulis apaan sih ni??
Jadi yang bikin saya terharu itu, ketelatenan sang anak merawat ayahnya. Ibunya pun telah berumur. Sabar menyuapi ayahnya, menuntunnya berjalan, mengelap hidung sang ayah yang basah karena keluarnya cairan. Huaaaa.... Padahal ia baru SMA, tapi sudah sebegitu sabarnya. Pelajaran buat saya untuk berbakti sama orang tua. Hm.. mudah ditulis dan diucapkan, namun aplikasinya butuh kesabaran..
Banyak hikmah kehidupan yang dapat diambil dari para diabetisi yang saya temui. Bagaimana sabarnya sang suami menemani istri yang kakinya telah diamputasi; sang suami yang hanya mau dituntun sama istri tercintanya; serombongan keluarga yang datang menemani opanya kontrol; seorang ibu dan kakak yang menemani anak dan adiknya yang menangis ketika pertama kali harus menggunakan insulin.. Ternyata, banyak pelajaran hidup dari apa yang terlihat. So, indahnya jika seluruh keluarga saling menyayangi.. Bahkan orang lain di luar keluarga pun ikut bahagia melihatnya :D