Pages

15 Desember 2011

Obat-obat Mirip


Mirip? Obat kok bisa mirip? Emangnya orang??

Yah.. Obat khan buatan manusia.. :p
Berpuluh ribu macamnya, kalau ditambah nama dagang, mungkin beratus ribu kali, ya.. :D Kalau ditambah bentuk sediaan dan kekuatan dosis, bisa beranak lagi jumlahnya. Maka dari itu, banyak obat yang kembar dan mirip.

Obat-obat yang mirip ini, biasa disebut dengan LASA, singkatan dari look-alike sound-alike drugs. Ada juga yang mengistilahkan SALAD, sound-alike look-alike drugs. Versi Indonesianya adalah NORUM, nama obat rupa dan ucapan mirip, istilah ini ada di permenkes. Obat-obatan lasa nih bisa bikin liyer-liyer keblinger-confuse, dan bisa bahaya. Kenapa bahaya? Ini dikarenakan bentuknya yang mirip atau namanya yang mirip jika dituliskan atau diucapkan. Kalo mirip jika dituliskan (orthographic) -> interpretasi resep bisa keliru, kalo bunyinya mirip (phonetic) -> order obat via lisan -> keliru juga. Apalagi jika kemasannya mirip dan kembar. Dalam keadaan emergensi bisa gawat. Nah, jika mirip-mirip begini, bisa salah tafsir dan bisa salah obat. Fatal dan bahaya akibatnya.

Menurut Permenkes RI No. 1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, lasa masuk ke dalam obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications), yaitu obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome).

Beberapa faktor yang berkontribusi bikin binun:
● Tulisan tangan yang tidak jelas
● Nama obat tidak lengkap
● Produk baru, masih gress, gak banyak yang tau
● Kemasan atau label yang mirip
● Penggunaan klinis yang sama
● Kekuatan obat, dosis, dan frekuensi pemberian sama

Penggunaan huruf kapital bisa membantu untuk menghindari terjadinya kesalahan. 


Metode Tall man digunakan untuk membedakan huruf yang tampaknya sama dengan obat yang mirip. Dengan memberi huruf kapital, maka petugas akan lebih berhati-hati dengan obat yang lasa. Di US, beberapa studi menunjukkan penggunaan huruf kapital ini terbukti mengurangi error akibat nama obat yang look-alike.
contohnya: metFORmin dan metRONIdaZOL, ePINEFrin dan efeDRIN. Seminimal mungkin kesalahan sampai 0%.

Sebenarnya, rumah sakit punya kebijakan untuk menetapkan standar penggunaan metode tall man ini. Seperti gambar di samping, punya salah satu rumah sakit di negeri sebrang, yang memberlakukan standar penulisan untuk obat lasa. Hurufnya ditebalkan, dan diberi warna yang berbeda. Kemudian, komite keselamatan mediknya akan mereview setahun sekali dan memberikan feedback.

Strategi Komunikasi untuk mencegah terjadinya kesalahan karena lasa:

Permintaan Tertulis

  1. Tambahkan merk dagang dan nama generiknya pada resep, terutama untuk obat yang 'langganan' bermasalah.
  2. Tulis secara jelas, pake huruf tegak kapital.
  3. Hindari singkatan-singkatan, bikin bingung. Hanya yang menulis dan Tuhan yang tau :s
  4. Tambahkan bentuk sediaan juga di resep. Misalnya metronidazol 500 mg, sediaan tablet dan infusnya sama2 500 mg.
  5. Sertakan kekuatan obat.
  6. Sertakan petunjuk penggunaan.
  7. Tambahkan juga tujuan/indikasi pengobatan, biar makin jelas
  8. Gunakan resep preprinted, ato electronic prescribing, paperless, go green :D

Permintaan Lisan:

  1. Batasi permintaan verbal, hanya untuk obat tertentu, misalnya hanya dalam keadaan emergency.
  2. Hindari permintaan via telepon, kecuali benar-benar penting, ada form permintaan via telepon yang akan ditandatangani.
  3. Diperlukan teknik mengulangi permintaan, dibacakan lagi permintaannya, jadi ada kroscek.


Strategi buat tenaga kesehatan untuk mencegah eror karena lasa:

  1. Tidak menyimpan obat lasa secara alfabet. Letakkan di tempat terpisah, misalnya tempat obat fast moving.
  2. Resep harus menyertakan semua elemen yang diperlukan, misalnya nama obat, kekuatan dosis, bentuk sediaan, frekuensi, dll.
  3. Cocokkan indikasi resep dengan kondisi medis pasien sebelum dispensing ato administering.
  4. Membuat strategi pada obat tertentu yang penyebab errornya diketahui, misalnya pada obat yang kekuatannya beda-beda, atau pada obat yang kemasannya mirip-mirip.
  5. Laporkan eror yang aktual dan potensial (berpeluang terjadi error).
  6. Diskusikan penyebab terjadinya eror dan strategi ke depannya.
  7. Sewaktu penyerahan, tunjukkan obat sambil diberikan informasi, supaya pasien mengetahui wujud obatnya dan untuk mereview indikasinya.

7 komentar:

  1. thanks for information ka enny..
    saya baru tahu istilah SALAD/LASA/Norum xD

    BalasHapus
  2. Waktu masih di kampus, saya juga gak tau kok gama.. Give me five!! xp

    BalasHapus
  3. oh istilahnya LASA dan SALAD ya.

    BalasHapus
  4. tapi setelah ditanya ke anak pelayanan, ternyata mereka tahu dari matkul komunikasi dan konseling T.T

    BalasHapus
  5. @Gama, jadi malu sayah :'p errrgh mungkin kurikulumnya dah beda, kali yah.. Heheh *ngeles bajaj. Sekarang jadi tau, kaaann?

    @mb fanny sang cerpenis handal, iya mb. Salad, lasa, sebagai pengguna obat (kalo lagi minum) juga harus diperhatikan biar gak salah :)

    BalasHapus
  6. format tulisan TALL man ini sdh dipakai di Indonesia en? cause., Rani kalau beli resep dokter langsung kasih ke apotik tanpa memperhatikan apa isi tulisannya (emang ga bisa baca tulisan dokter).. hehehe..

    BalasHapus
  7. saya mau tanya bagaimana untuk mencegah kekeliruan pemberian obat ke pasien, karena kemiripan bentuk ampul obat (dlm kasus ini pemberian injeksi) contoh pd rs kami ada kemasan ranitidin generik dan furosemide generik yang kemasan nya bener2 mirip,,,bgmn mencegah agar petugas tidak keliru menyuntik jika pasien mendapat kedua mcm obat tsb pd terapinya??

    BalasHapus